Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat/Bab 2
Menghayati hakikat kehidupan sebagai petani yang menggarap sawah setiap hari merupakan suatu romantika kehidupan yang indah dan mengundang kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat di desa. Rusli Marzuki Saria merupakan penyair yang mempunyai intensitas kuat dalam merekam serta menghayati alam serta persoalan hidup dan kehidupan lingkungannya. Puist-puisi Rusli Marzuki Saria sarat pula dengan budaya Minangkabau, suku bangsa tempat ia lahir, dibesarkan, dan yang memperkaya sepanjang perjalanan hidup penyair gaek itu. Keresahan Rusli merupakan sebentuk keresahan yang bertolak dari alam. Ketika pindah dari Bukittinggi ke Padang setelah PRRI-Permesta usai, Rusli Marzuki Saria pun tidak lagi berada pada dinas kepolisian. Syakban. Puisi-puisi Rusli dimuat pula di koran Nyata, Bukittinggi yang memiliki halaman cerpen, sajak, dan esai. Beberapa puisi Rusli Marzuki Sarta mengungkapkan potret alam dalam kehidupan yang tenang, damat, harmonis, meskipun kadangkadang miris. Rusli Marzuki Saria juga seorang penulis esai, meskipun jumlah dan publikasinya tidak seperti puisi. Penderitaan yang dirasakan sebagai akibat pemerintah yang tidak mengurus kepentingan rakyat dengan sungguh-sungguh dan hanya mengumbar janji dan program kosong membuat kehidupan masyarakat terpuruk. Menurut laporan jurnalis Bloomberg Mark Gurman, iOS 18 -- yang dikenal dengan kode Crystal secara internal -- diprediksi akan menjadi update software terbesar dalam sejarah iPhone.
Menurut Rusli, pepatah ini tidak lebih dari sebuah kata-kata berbisa, barangkali Rusli teringat kenangan masa kanak-kanaknya yang ditandai oleh banyaknya yang berpoligami, sedangkan ibu tirinya (pengganti ibunya yang telah meninggal) selalu setia “bagai sangkutan baju”. Setiap hari menggarap tanah dan sawah, namun hasil yang mereka harapkan tidak sesuai dengan kebutuhan hidup yang harus ditutupi, kegagalan panen, apalagi dibandingkan dengan usaha kerja keras yang telah dilakukan, menambah penderitaan bagi petani. Puisi ini sarat dengan doa-doa dan pengharapan sebagai seorang petani yang sangat dengan kehidupan agraris. Tepat sekali apabila Rusli Marzuki Saria menggunakan diksi tali-tali (dawai) rebab sebagai metafora, yakni alat yang dapat mengiris jantung para petani dan yang membuat mereka semakin merasa perih. Ketika ia memandang para imam sering berfatwa, namun tidak memberikan teladan secara nyata, ia merasa ada ganjalan-ganjalan yang tidak kuasa dibendung. Meski ciptaannya itu pada akhirnya tidak berhasil menjadi populer, banyak yang menilainya sebagai cikal bakal dari Bitcoin. Bagi Rusli, puisi adalah media yang benar-benar tepat untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya. Kumpulan Puisi Rusli Marzuki Saria yang telah terbit adalah sebagai berikut.
Tema-tema itu dideskripsikan pada bagian berikut. 4) Tema-Tema Kecil. 1979. Puisi Indonesia, Jakarta. Beberapa di antaranya cenderung berbentuk balada, seperti dalam “Sajak-sajak Parewa” dan “Puteri Bunga karang”, Peralihan tersebut menimbulkan suasana: suasana tertentu dalam puisi. Rusli pun menulis puisinya dengan gaya syair sambil mengisahkan epos dan legenda rakyat Minangkabau, seperti puisi yang berjudul “Puli Bunga Karang”, “Mangkutak”, dan “Sajak-Sayak Parewa”. Rusli Marzuki Saria sebetulnya telah mulai menulis sajak semenjak masih duduk di bangku kelas V SD. Ia berusaha merekam suasana kehidupan, jiwanya jadi resah, dan ia tidak kuasa melepaskan keresahaan itu, Rusli jadi terperangkap oleh keresahan jiwanya sendiri. Perjalanan dan pengalaman hidup yang banyak dan panjang dari perantau itu merupakan sumber cerita yang tidak akan pernah habis meskipun telah diceritakan berkali-kali. Kampung halaman yang sangat dicintai, namun juga harus ditinggalkan, dan suatu saat kelak akan dikunjungi kembali karena kerinduan terhadapnya yang tidak pernah bisa dihapuskan dari perasaan. Rusli akan menggunakan kepiawaiannya merangkai rasa dalam kata untuk menyatakan apa pun yang ia rasakan.
Selama apa pun tanah kelahiran ditinggalkan, ikatan kekerabatan, cmosional, dan finansial dengannya tetap terjalin kuat. Keinginan kuat orang tua itu untuk mengisahkan pengalamannya selama merantau dimetaforakan pada pisau lempagi di saku terasa meronta ingin ditikamkan/perantau ingin menulis riwayat selama kembara. Menulis sajak dan esai tetap dilakoninya. Kadang-kadang ia menulis hanya di kertas pembungkus rokok atau sembarang kertas lainnya, lalu dikirimnnya tulisan itu ke berbagai media. Rusli ingin mengkritisi pepatah-petitih tersebut, tetapi keinginan itu hanya terungkap dalam bentuk kritik yang bertolak dari diri dan kehidupan masa kanak-kanaknya yang agak menyedihkan. Pada puisi berjudul “Yang Rindu”, Rusli masih memakai metafora alam. Kehidupan kota ditatap Rusli dengan bingkai kacamata desanya yang masih polos, murni, dan sederhana. Sebagai penyair yang melarutkan diri ke dalam alam kehidupan masyarakat lingkungannya, maka suasana keresahaan jiwa Rusli terlihat lewat penghayatannya terhadap sisi kehidupan itu sendiri. Keresahan itu dinyatakan lewat simbol-simbol yang kebanyakan mengambil referensi dari alam, seperti ditemui dalam puisi “Kuundang Gerimis”.
Comments
Post a Comment